Cerita Dewasa: Tergoda Gadis Salon

Ditulis oleh: -
Cerita dewasa: Tergoda Gadis Salon - Cerita ini berawal dari kepindahanku ke kota Surabaya dimana aku ditugaskan oleh kantor untuk menjadi manajer dan memperbaiki pemasaran yang ada di Kota tersebut. Saat cerita ini kutulis, uusiaku masih 24 tahun dan kini usiaku telah menginjak 27 tahun 

Namaku Alex, dan di Surabaya aku tidak memiliki sanak saudara maupun kenalan. Sebenarnya perusahaan memberikan sebuah rumah dinas untukku namun karena lokasi rumah tersebut tergolong sepi jadi aku tidak menerimanya. 

Kini aku mengontrak sebuah rumah sendiri yang tidak jauh dari kantorku. Rumah kostku berada disebelah salon kecantikan, pokoknya pas deh soalnya banyak cewek- ceweknya. Diantara sekian gadis yang bekerja di salon itu ada yang kusuka, namanya Desi dan kebetulan dia adalah pemilik salon tersebut dan usianya 2 tahun diatasku namun bila begitu Desi selalu memanggilku dengan sebutan “Mas”. Salon tersebut sekaligus tempat tinggalnya dan dia tinggal hanya seorang diri. Desi adalah seorang gadis yang bertubuh sexy, kulitnya putih mulus, rambutnya panjang terurai, bibirnya imut-imut dan ditambah lagi dia selalu memakai pakaian ketat nan sexy. 

Cerita Dewasa: Tergoda Gadis Salon


Seperti biasanya setiap aku pulang dari kantor sore menjelang malam pasti aku selalu berpapasan dengan Desi karena setiap harinya aku selalu lewat depan salonnya disamping rumahku. Dia selalu mengedipkan matanya kepadaku sambil sambil berkata, “Hai ganteng baru pulang ya”, dan seperti biasanya juga aku meberikan kecupan melambai sambil tersenyum. Tak jarang aku selalu melamun sendiri sambil memikirkan Desi si gadis ayu nan sexy itu, terlebih lagi saat aku pulang kantor dan mandi. 

Kini tibalah saat yang cerita dewasa ini tak terlupakan seumur hidupku, malam itu sekitar jam 9 Desi datang kerumahku. Ia minta tolong, katanya, “Mas Alex, tolong donk ke rumah Desi sebentar”. “Emang ada apa, La”. “Lampu kamar Desi putus, tolong pasangin donk dengan yang baru soalnya Desi takut masang sendiri, ntar kesetrum”. “Ah masa kesetrum aja takut, emang Desi nggak pernah kesetrum ya..”. Aku sekedar bercanda. “Tolong donk Mas Alex, sebentarr aja”. Desi mengajakku seperti merengek sambil menarik tanganku dan tanpa sengaja dadanya itu menempel di lenganku yang seketika itu pula membuat darah kelelakianku seperti mendidih, namun aku masih dapat menahannya.

 “Ok deh.. ntar ya, Mas pake celana dulu”. Kebetulan saat itu aku hanya menggunakan kaos dan kain sarung. “Alahh.. deket aja pun, ngapain sih ganti-ganti segala, emang mau ke pesta”. “Hmm.. ayolah”. Kemudian pada saat baru didepan rumahku setelah mengunci pintu rumahku, aku melihat sepertinya salonnya sudah tutup padahal setahuku biasanya jam 10 salonnya baru tutup. “La, kok cepet amat salonnya tutup?” “Ya tadi anak-anak permisi tadi katanya ada urusan”. “Ohoo.. jadi kita hanya berdua donk ntar di rumah kamu, wah asyik nih”. Seketika itu juga tiba-tiba terlintas pikiran kotor di benakku. “Hmm.. awas ya”. Dia berkata sambil mencolek pipiku. Kemudian akupun tersenyum sambil kami melangkah menuju rumahnya, dan setelah sampai di rumahnya Desi langsung mengajakku kekarmarnya untuk memasang lampu kamarnya. 

Ternyata disitu dia telah menyediakan tangga agar memudahkanku untuk naik dan memasang lampu tersebut. Maka akupun naik ke tangga itu sambil Desi menyenter ke atas untuk menerangi pandanganku ke langit-langit tempat lampu yang akan dipasang. Karena pada saat itu aku menggunakan sarung, maka pada saat naik memang tidak ada masalah namun pada saat mau turun tiba-tiba sarungnya nyangkut dan tanggapun mulai goyang, untung saja Desi memegang tangga tersebut sehingga tidak masalah, namun kain yang kugunakan terus merosot sampai ke kaki sehingga CD ku kelihatan dan Desi menyaksikan hal tersebut dan dia tertawa. 

“Hihi.. Gede juga punya kamu ya”. Lantas aku cepat-cepat turun dari tangga dan kugunakan kembali sarungku. “Asik ya liat yang gede-gede.. emang kamu naksir ya sama yang gede-gede, pengen rasain nih”. Aku berkata sekedar gombal. “Mau donk” Kukira semula ucapan Desi hanya main-main saja, namun tiba-tiba setelah menghidupkan lampu yang baru aku pasang tadi lantas ia mendekatiku dan kemudian menari-nari menggoda di depanku. 

“Emang kamu aja yang punya gede Desi juga juga punya nih” Dia terus menari-nari di depanku sambil meremas- remas dengan lembut payudaranya sendiri, dan tiba- tiba secara spontan kucoba untuk menyentuhnya, dan spontan juga dia menghindar, lantas aku hanya menggaruk kepala. “Aku pulang aja ah, dah malam”. “Segitu aja udah nyerah mau nggak..?”. Dalam hati aku berkata, “Wah, nih cewek kayaknya nantang apa ngetes nih, soalnya mau kusentuh tadi kok malah menghindar”. Lantas aku berkata padanya, “Kamu serius nggak nih..” “Sapa takut.. kemari donk sayang, kita habiskan malam ini hanya berdua”. 

Langsung saja aku mendekatinya dan kupeluk dia lantas kucium bibirnya dan sarungku pun dengan sendirinya merosot ke bawah namun aku tidak memperdulikannya lagi. Malam itupun kami habiskan bersama hingga beberapa ronde. Setelah kecapaian, kami pun mandi dan dilanjutkan dengan bersantai diranjang kamar sambil aku memeluknya dengan mesra dan saat itu aku ingin mengatakan seluruh isi hatiku padanya.

“Des, kayaknya hubungan kita udah terlalu jauh nih kamu mau nggak menjadi istri Mas?” “Hmm.. gimana ya emang Mas Alex serius nggak nyesel soalnya kan Desi lebih tua dari Mas Alex”. “Cinta tidak mengenal usia sayang kamu nggak usah ragu kalau soal itu Desi cinta kan sama Mas”. “Desi sebenarnya cinta sama Mas Alex namun untuk menikah kayaknya nggak mungkin Mas” “Nggak mungkin gimana, apa kamu masih belum yakin..”. “Nggak mungkin kita bisa menikah Mas semua itu nggak akan mungkin bisa jadi kenyataan”. Tiba-tiba Desi membentak dengan suara yang agak keras, tak biasanya dia melakukan hal demikian terhadapaku, kemudian dia bangkit dari dekapanku diranjang dan dia berdiri membelakangiku dan menangis. 

Dalam hati aku jadi heran dan bertanya-tanya apa sebenarnya yang telah terjadi. “Desi kenapa kamu jadi nangis, kamu nggak usah takut deh segala kekurangan maupun kelebihanmu Mas akan terima dengan lapang dada, percayalah sayang”. Dia terus menangis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sepertinya dia tidak mempercayai ucapanku.. “Memang inilah yang Desi takutkan, semula Desi hanya ingin bermain-main aja, namun entah kenapa Desi timbul rasa cinta sama Mas, Desi nggak bisa hidup tanpa Mas, Desi bukanlah wanita yang normal Mas!”. 

“Desi kamu kenapa sih apakah kamu mengidap suatu penyakit atau kenapa kamu bisa cerita sama Mas, dan Mas akan terima apa adanya”. “Desi nggak yakin Mas akan terima tetapi memang ini sudah nasib Desi, bila Mas ingin tahu faktanya, baiklah tunggu sebentar”. Desi membuka almarinya kemudian mengambil sebuah map. “Mas boleh baca seluruh isi map ini, tapi tolong bila setelah Mas baca, dan bila Mas akhirnya membenci Desi, Desi akan terima tetapi tolong jangan katakan fakta ini pada yang lain, Mas harus janji”. Lalu akupun mengangguk dan menerima map itu sambil pikiranku diselimuti beribu pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi. 

Kemudian kubuka map tersebut dan didalam mab terdapat foto- foto yang membuat perasaanku menjadi mual beserta surat keterangan dari Dokter di Jerman bahwasanya Desi pada awalnya dia adalah seorang pria (waria) dan pada bulan mei 1998 dioperasi total menjadi wanita. Saat itu aku kebingungan seperti orang stress dan aku jadi heran kenapa bisa begini. Sulit kuterima dengan akan sehat. Entah apa yang harus kukatakan, namun rasa marah, mual, bingung dan benci terhadapnya hilang seketika saat itu juga karena tatapan matanya yang memancarkan kesedihan, dan air matanya terus berlinang yang pada akhirnya membuat aku iba padanya. 

Aku menyadari kejadian ini bukanlah keinginannya, namun takdir kehidupan yang harus dijalaninya. Aku merasa bila aku meninggalkannya akan lebih membuat hatinya semakin hancur. Aku hanya berfikir heran kenapa selama ini aku tidak menyadari bahwa aku telah bercinta terhadap sesamaku namun telah operasi total, bahkan aku tidak mempunyai rasa curiga terhadapnya, karena suara maupun raut wajahnya serta potongan tubuhnya sedikitpun tidak ada yang mirip dengan pria. 

Hingga kini hubungan kami terus berjalan dan kami masih melakukan hubungan layaknya suami istri walaupun kini aku telah tahu statusnya namun tidak ada rasa risih bagiku. Kini usiaku telah 27 tahun dan Desi 29 tahun, namun dari wajah tidak kelihatan bahwa Desi yang lebih tua, kepada orang tuaku kukatakan usianya masih 24 tahun karena parasnya yang cantik dan memang kelihatan muda. Orang tua maupun keluargaku sudah aku pertemukan dengannya tetapi mereka tidak mengetahui hal yang sebenarnya. Tanpa mengetahui statusku dengan Desi yang sebenarnya orang tuaku sering menanyakan kapan kami menikah, dan akupun menjawab dengan seribu alasan. Wajar saja mereka menanyakannya sebab hubungan kami yang telah berlangsung selama 3 tahun dan dari usia kami memang sudah pantas.

1 komentar :